Foto: Infografis/9 Perilaku PNS Ini Dilarang Keras Saat Pemilu 2024/aristya Rahadian
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah telah mengimbau agar Aparatur Sipil Negara (ASN) bersikap netral dalam masa Pemilu/Pemilihan. Hal ini agar pesta demokrasi rakyat dapat berjalan secara jujur dan adil.
Pemerintah bahkan telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-547 4 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/PM.01/K.1/09/2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.
Dalam SKB tersebut, berikut perilaku-perilaku yang dilarang terkait pemilu bagi ASN:
1. Kampanye/Sosialisasi Media Sosial (Posting, Share, Komentar, Like dll);
2. Menghadiri Deklarasi Calon;
3. Ikut sebagai Panitia/Pelaksana;
4. Ikut kampanye dengan atribut PNS;
5. Ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
6. Menghadiri acara parpol;
7. Menghadiri penyerahan dukungan parpol ke paslon;
8. Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan (melakukan ajakan, himbauan, seruan);
9. Memberikan kembali dukungan ke Caleg/Calon independen kepala daerah dengan memberikan KTP.
Sayangnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih saja menemukan perilaku ASN yang tidak sesuai. Berikut ini sejumlah fakta mengenai aturan netralitas dan pelanggarannya:
1. 47 Laporan Pelanggaran
BKN mencatat mendapatkan 47 laporan dugaan pelanggaran prinsip netralitas ASN terkait pemilihan Umum 2024. Jenis pelanggaran terdiri dari 42 laporan pelanggaran disiplin dan 5 laporan pelanggaran kode etik.
“Data ini masih berpotensi akan terus bergerak selama proses Pemilu tahun ini berlangsung,” seperti dikutip dari siaran pers BKN, Selasa (6/2/2024).
BKN menyatakan jenis pelanggaran netralitas berupa disiplin yang dilaporkan meliputi aksi pemberian dukungan kepada pasangan calon tertentu, menjadi anggota atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, sampai dengan ikut sebagai peserta kampanye paslon.
Sementara jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik, yaitu mengunggah dukungan kepada paslon, melakukan likes, comment, atau share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi salah satu paslon.
2. Sanksi Pelanggaran
BKN menyatakan pelanggaran netralitas ini bisa diganjar dengan hukuman disiplin kategori sedang, yakni pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25% selama 6-12 bulan. Selain itu, mereka juga berpotensi mendapatkan hukuman disiplin berat, berupa penurunan jabatan selama 12 bulan, atau pembebasan dari jabatan selama 12 bulan.
BKN menyebutkan bahwa mereka juga bisa saja berpotensi dihukum lebih berat lagi berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS atau pemberhentian dengan tidak hormat.
“Sementara sanksi netralitas berupa pelanggaran kode etik berkonsekuensi sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS,” tulis BKN.
BKN menyatakan dugaan pelanggaran netralitas ini berasal dari laporan masyarakat yang disampaikan melalui kanal informasi dan pengaduan Pemerintah, seperti media sosial dan LAPOR. Setiap laporan dugaan pelanggaran tersebut kemudian diproses oleh Kementerian atau lembaga yang masuk dalam satuan tugas Netralitas ASN, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN); Kementerian PANRB; Kementerian Dalam Negeri; Bawaslu; dan KASN.
3. 8 Modus Pelanggaran
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengungkapkan 8 modus yang kerap dilakukan oleh ASN dalam melanggar prinsip netralitas dalam Pemilu. Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan modus pertama yang dilakukan adalah sosialisasi di media sosial.
“Tangan kita itu sangat terampil, tapi kita bisa terpeleset,” kata Ketua KASN Agus Pramusinto dalam paparannya di acara rapat koordinasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), dikutip Senin, (12/2/2024).
Agus melanjutkan modus pelanggaran terbuka prinsip netralitas yang kerap ditemui adalah ASN yang mempengaruhi rekan dan masyarakat terkait pilihan politik. Lalu yang ketiga, kata dia, adalah bantuan sosial dengan dana APBN/APBD dengan motif politik.
“Kemudian ada bantuan sosial menggunakan APBN atau APBD dengan motif politik,” kata dia.
Agus menuturkan modus pelanggaran yang dilakukan ASN selanjutnya adalah memfasilitasi sosialisasi peserta pemilu dalam bentuk kunjungan, syukuran atau silaturahmi. Modus kelima, kata dia, adalah menjadi tim penyusun visi-misi peserta pemilu.
Lalu nomor 6 menghadiri acara hari ulang tahun partai politik. Ketujuh memfasilitasi dukungan pembentukan organisasi sayap pemenangan pemilu dan terakhir dukungan dana untuk kegiatan peserta pemilu.
“Variasinya luar biasa, dan banyak ASN yang tidak sadar melakukan itu, jadi ini hal-hal yang perlu dicermati agar kita tidak terpeleset,” kata dia.
4. 5 Provinsi dengan Pelanggaran Terbesar
Pada gelaran Pemilu 2024 ini, KASN menemukan pelanggaran netralitas ASN terjadi di sejumlah wilayah, dengan 5 provinsi yang paling menonjol. Dia mengatakan 5 provinsi itu di antaranya adalah Sulawesi Selatan (45 kasus), Sulawesi Tenggara (29 kasus), Jawa Tengah (22), Sulawesi Barat (20) dan Sulawesi Tengah (8).
Selain itu, Agus mengatakan sejauh ini ada 13 ASN yang dijatuhi sanksi berat berupa pemecatan dengan tidak hormat. Lima ASN yang dipecat itu memiliki jabatan sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT); 3 pelaksana; 2 administrator; 2 lurah/camat; dan 1 fungsional. Tiga belas ASN itu dipecat karena terbukti menjadi anggota atau pengurus partai politik. “Ini bukan main-main, ini serius,” katanya.
5. Prediksi 10.000 Kasus
Sebelumnya, KASN memprediksi pelanggaran netralitas ASN akan melonjak dalam Pemilu 2024. KASN memperkirakan jumlahnya akan mencapai 10 ribu pelanggaran.
Peningkatan ini dihitung dari perbandingan jumlah pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada serentak 2020. Pada Pilkada yang dilakukan di 270 daerah tahun itu, KASN mendapati adanya lebih dari 2.000 kasus pelanggaran. Sementara pada Pemilu 2024, pemilihan akan https://penganjallapar.com/diselenggarakan di 548 daerah.